Sabtu, 24 Agustus 2019

TRANSFUSI DARAH SELAMA ANESTESI


Transfusi Darah Selama Anestesi
A.    Pengertian Transfusi Darah
Transfusi darah merupakan bagian pelayanan kesehatan utama dalam sistem perawatan kesehatan dan individu yang menyumbangkan darah mereka, memberikan kontribusi yang unik bagi kesehatan yang menyelamatkan jutaan nyawa dan kelangsungan hidup orang lain setiap tahun, memungkinkan intervensi medis dan bedah yang semakin merumitkan dan secara dramatis meningkatkan harapan hidup dan kualitas hidup pasien dengan berbagai kondisi akut dan kronis (WHO, 2010).
Menurut  Peraturan  Pemerintah  RI No.  7  tahun  2011,  pelayanan  darah adalah suatu upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial. Sedangkan,   pelayanan   transfusi   darah   merupakan   suatu   upaya   pelayanan kesehatan yang meliputi perencanaan, pengerahan dan pelestarian (recruitment) donor darah, penyediaan darah, pendistribusian darah, dan tindakan medis pemberian darah kepada pasien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (PP RI No.7, 2011).
Menurut Astuti dan Laksono (2013), transfusi darah adalah suatu proses menyalurkan darah atau produk darah dari satu orang ke sistem peredaran darah orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan oleh trauma, operasi, syok dan tidak  berfungsinya  organ  pembentukan  sel  darah  merah.  Penggunaan  darah berguna bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan pasien (Astuti dan Laksono, 2013).

B.     Pengertian Anestesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit  ketika  dilakukan  pembedahan  dan  berbagai  prosedur  lain yang menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan  untuk  menciptakan   kondisi  optimal  bagi pelaksanaan  pembedahan  (Sabiston, 2011).



C.     Transfusi Darah Selama Anestesi
Berdasarkan sistem antigen telah dikenal lebih dari 20 golongan darah. Untuk kepentingan klinik hanya dikenal 2 sistem penggolongan darah yaitu sistem ABO dan sistem Rh. Sebagian besar pasien mempunyai sistem Rh+ (85%) dan sisanya 15% sistem Rh-. Jenis golongan darah dan kekerapannya dapat dilihat pada tabel 1.
Untuk mengetahui jmlah volme darah seseorang, biasanya digunakan patokan berat badan, seperti yang terlihat pada tabel 2. Makin aktif secara fisik seseorang, makin besar pula voolume darahnya umtuk setiap kilogram berat badannya. (Latief, 2001)

Tabel 1. Jenis Golongan Darah ABO
  TIPE                              Adanya antibodi dalam serum                              Insidensi*
     A                                                anti– B                                                      45%
     B                                                anti – A                                                       8%
   AB                                                    -                                                              4%
      O                                            anti A, anti–B                                                 43%
* angka rata-rata  pada orang di Eropa
Tabel 2. Volume Darah
Usia
ml/kgBB
Prematur
95
Cukup bulan
85
Anak kecil
80
Anak besar
75-80
Dewasa

Pria
75
Wanita
65
(Latief, 2001)
1.      Tujuan Transfusi Selama Anestesi (buku 2)
a.       Mengganti volume darah yang hilang selama operasi
b.      Koreksi terhadap faktor pembekuan.
2.      Indikasi Transfusi Darah Selama Anestesi (buku 1atief)
Transfusi darah umumnya >50% diberikan pada saat perioperatif dengan tjuan untuk menaikkan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume intravaskuler. Kalau hanya menaikkan volume intravaskuler saja cukup dengan koloid atau kristaloid.
Indikasi transfusi darah ialah:
·         Perdarahan akut sampai Hb <8 gr% atau Ht <30%. Pada orang tua, kelainan paru, kelainan jantung Hb <10 gr/dl.
·         Bedah mayor kehilangan darah >20% volume darah.
3.      Cara Menentukan Jumlah Perdarahan Selama Anestesi  (buku 2)
Banyaknya darah yang hilang selama pembedahan dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut :
a.       Jumlah darah yang tertampung pada botol isap
b.      Jumlah darah yang terdapat pada kaa luka operasi. Kasa pembersih yang dipakai untuk membersihkan luka operasi ditimbang sebelum dan sesudah dipergunakan. Selisih berat kasa antara sesudah dan sebelum dipakai sama dengan jumlah yang dikandungnya, 1 gram setara dengan 1 ml darah.
c.       Jumlah darah yang tercecer di lantai, meja dan kain pentup pasien, jumlahnya diperkirakan sebesar 25% dari jumlahnya diperkirakan sebesar 25% dari jumlah perdarahan yang diukur pada butir 1 dan 2 tersebt di atas.
4.      Tranfusi darah masif
Transfusi darah masif umumnya didefinisikan sebagai kebutuhan transfusi satu sampai dua kali volume darah pasien. Pada kebanyakan pasien dewasa, equivalent dengan 10-20 unit.4
a.  Koagulopati
Penyebab utama perdarahan setelah transfusi darah masif adalah dilutional thrombocytopenia. Secara klinis dilusi dari faktor koagulasi tidak biasa terjadi pada pasien normal. Pelajari koagulasi dan hitung trombosit, jika tersedia, idealnya menjadi acuan transfusi trombosit dan FFP. Analisa viskoelastis dari pembekuan darah (thromboelastography dan Sonoclot Analyze) juga bermanfaat.4
b. Keracunan Sitrat
Kalsium berikatan dengan bahan pengawet sitrat secara teoritis dapat menjadi penting setelah transfusi darah dalam jumlah besar. Secara klinis hipokalsemia penting, karena menyebabkan depresi jantung,  tidak terjadi pada  pasien normal kecuali jika transfusi melebihi 1 U tiap-tiap 5 menit. Sebab metabolisme sitrat terutama di hepar, pasien dengan penyakit atau disfungsi hepar (dan kemungkinan pada pasien hipotermi) memerlukan infus kalsium selama transfusi masif.4
c.  Hipotermia
Transfusi Darah massif adalah merupakan indikasi mutlak untuk semua produk darah cairan intravena hangat ke temperatur badan normal. Aritmia Ventrikular dapat menjadi fibrilasi, sering terjadi pada temperatur sekitar 30°C. Hypothermia dapat menghambat resusitasi jantung. Penggunaan alat infus cepat dengan pemindahan panas yang efisien sangat efisien telah sungguh mengurangi timbulnya insiden hipotermia yang terkait dengan transfuse.4
d.  Kelainan Asam Basa
Walaupun darah yang disimpan adalah bersifat asam dalam kaitan dengan antikoagulan asam sitrat dan akumulasi dari metabolit sel darah merah (karbondioksida dan asam laktat), berkenaan dengan metabolisme  asidosis metabolik yang berkaitan dengan transfusi tidaklah umum. Yang terbanyak dari kelainan asam basa setelah tranfusi darah masif adalah alkalosis metabolik postoperatif. Ketika perfusi normal diperbaiki, asidosis metabolik berakhir dan alkalosis metabolik progresif terjadi, sitrat dan laktat yang ada dalam tranfusi dan cairan resusitasi diubah menjadi bikarbonat oleh hepar.4
e.  Perubahan Konsentrasi Kalium Serum
Konsentrasi kalium ekstraselular dalam darah yang disimpan meningkat  dengan waktu. Jumlah kalium ekstraselular yang transfusi pada unit masing-msaing kurang dari 4 mEq perunit. Hyperkalemia dapat berkembang dengan mengabaikan umur darah ketika transfusi melebihi 100 mL/min. Hypokalemia biasanya ditemui sesudah operasi, terutama sekali dihubungkan dengan alkalosis metabolik.4

5.      Komplikasi Transfusi Darah Selama Anestesi
a. Reaksi Hemolitik
kekerapan 1:6000 akibat destruksi eritrosit-donor oleh antibodi-resipien dan sebaliknya. Jika jumlah tranfusi <5% volume darah, reaksi tak begitu gawat. Pada pasien sadar ditandai oleh demam, menggigil, nyeri dada-panggul dan mual. Pada pasien dalam anestesi ditandai oleh demam, takikardi tak jelas asalnya, hipotensi, perdarahan merembes di daerah operasi, syok, spasme bronkus dan selanjutnya Hb-uria, ikterus dan renal shut down.
b. Infeksi
1. virus (hepatitis, HIV-AIDS, CMV)
2. Bakteri (stafilakokok, yesteria, citrobakter)
3. Parasit (malaria)
c. Lain-lain
Demam, urtikaria, anafilaksis, edema paru nonkardial, purpura, intoksikasi sitrat, hiperkalemia, asidosis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar